ARTIKEL

Kamis, 20 Maret 2008

Mural yang ber-Estetika

Di sudut-sudut kota Jogja pada bulan Agustus ini banyak dihiasi dengan Mural-mural baru. Mungkin, disebabkan dengan ikut sertanya warga Jogja dalam memeriahkan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Mural memang bisa menjadi penghias kota/ jalan yang memikat mata tetapi juga bisa menjadi “pemekat” mata. Mural adalah sebuah hasil disain komunikasi visual yang disana mengandung unsur : garis, bentuk, warna, cahaya, ruang, tekstur, keseimbangan, keserasian, proporsi, skala, irama, dan disamping fungsi teknik dan pesan yang terkandung didalamnya. Membuat Seni Mural untuk menghias kota atau lingkungan sekitar, tidak lagi bisa menjadi sebuah karya yang “egois” atau terserah yang membuat mural itu sendiri. Seni Mural adalah seni yang penuh dengan nilai-nilai kreativitas. Karena pada Mural, pekerja seni yang melukis ingin menyatukan karya alam pikiran seninya dengan lingkungan sekitar seni itu dibuat untuk dinikmati bersama baik pembuat maupun yang melihat. Dapat dikatakan, hasil mural yang baik adalah sebuah karya visualisasi kreatif.
Menurut Shakti Gawain seorang filsuf, visualisasi kreatif adalah proses perkembangan yang konstruktif dan penuh makna. Visualisasi kreatif tidak sekedar teknis, tapi suatu kesadaran. Oleh karena itu Mural sebagai sebuah hasil karya Diskomvis harus mempunyai kesadaran keindahan, indah baik bagi sang pembuat, maupun yang melihat karya itu sendiri. Seorang pekerja seni Mural harus memahami pentingnya elemen dan prinsip disain, sehingga karya dihasilkan memenuhi syarat estetika. Sedangkan, disain itu sendiri pada dasarnya adalah hasil penyusunan pengalaman visual dan emosional dengan memperhitungkan elemen-elemen dan prinsip-prinsip disain yang dituangkan dalam satu kesatuan komposisi yang mantap.
Melihat karya Mural di sudut-sudut kota Jogja, agaknya kita harus sedikit memeras otak, karena mural yang dibuat seringkali masih “asyik dengan dunianya”. Kota Jogja dengan sebutan kota budaya dengan banyak ragam hasil rancang karya seni lama maupun baru yang dihasilkan tiap tahunnya (berbentuk kerajinan maupun seni budaya lain) yang tetap dalam frame budaya jogja, sepertinya tidak menjadi pustaka bagi pekerja seni mural di Jogja. Seolah mural di kota Jogja berlari sendiri dan karya seni yang lain berlari pada jalur yang sendiri pula, tidak berlari secara estafet maupun beregu.
Berdasarkan buku ”Drawing on the Right Side of the Brain”, karya Betty Edwards. Pekerja seni yang baik harus melalui beberapa tahap :
Pertama, tahap Saturasi. Pada tahap ini pekerja seni yang baik harus mengumpulkan informasi sebanyak mungkin, meneliti informasi, dan memahami masalah. Bila dikaitkan dengan seni Mural, pekerja seni harus mencari budaya atau sejarah apa yang ada disekitar lingkungan mural itu dibuat, sehingga karya yang dibuatnya menjadi pustaka tambahan pada lingkungan sekitarnya ataupun penegas bahwa dilingkungan tersebut mempunyai budaya tersendiri.
Kedua, tahap Inkubasi. Di tahap ini, pekerja seni memikirkan tentang pemecahan masalah, seperti dalam praktek walaupun dia mempunya idealisme karya tersendiri untuk berkesenian dan dia mungkin kesulitan dalam membuat karya seni yang harus mencampurkan “sejarah” daerah tersebut, kedalam karya muralnya. Ia tetap dapat berkarya dengan hanya meletakkan sebagian simbol-simbol budaya daerah tersebut, sebagai awal pemecahan masalahnya.
Ketiga, tahap Iluminasi. Pada tahap ini kadar kreatif pekerja seni diuji sejauh mana dia berkreativitas diatas tembok, apabila itu adalah sebuah karya Mural.
Keempat, tahap Verifikasi. Di tahap inilah karya seni kita diuji, Karya seni kita dimintakan pendapat dan saran pada penikmat seni yang akan melihat hasil mural kita. Kritik ataupun saran harus kita terima dengan baik. Karena karya Mural berada didaerah publik, maka publik harus pula dimintai pendapatnya.
Apabila keempat tahapan itu sudah dilewati seorang pekerja seni Mural. Maka ia akan mempunyai estetika dalam karyanya. Keserasian (harmony) dalam karyanya bisa dinikmati para pejalan kaki. Sedangkan unsur estetika Irama ditandai dengan, karya mural itu dapat dinikmati seirama dengan perkembangan kota. Semoga saja karya Mural di kota Jogja tidak hanya sebagai karya seni yang alakadar-nya tetapi menjadi sebuah karya seni budaya yang berestetika dan dapat dibanggakan oleh warga Jogja khususnya dan para wisatawan yang datang di Jogja pada umumnya.

Tidak ada komentar: